Tampilkan postingan dengan label Aku dan Regina. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aku dan Regina. Tampilkan semua postingan

Senin, 25 Agustus 2008

Aku dan Regina

Ini adalah cerita tentang pengalamanku saat berhubungan seks dengan sahabat 
baikku, Regina H. Dharmawan. Pagi ini, aku kembali mendapat kuliah sore hari. Ah, 
daripada iseng, lebih baik aku ke rumah Regina. Sekalian dari sana pergi ke kampus 
bersama. Aku memarkir mobil di depan pintu pagar rumah Regina. Rumahnya 
tampak sepi. Jangan-jangan ia tak ada di rumah. Aku tekan bel pintu. Tak lama 
kemudian pembantunya keluar. 
"Ada perlu apa, Non?" tanyanya. 
"Ng... Gina ada, Mbak?" 
"Ada, tunggu sebentar ya." Sang pembantu masuk ke dalam rumah kembali. 
"Kata Non Gina, Non Irene disuruh langsung masuk saja. Non Gina lagi ada di 
kamarnya." 
"Baiklah, Mbak." 
 
Pembantu itu mengantarkan aku ke depan pintu kamar tidur Regina. Setelah pintu 
dibuka dari dalam aku segera masuk. Si pemilik kamar sedang duduk di atas tempat 
tidur seraya membaca buku. Astaga! Ia telanjang bulat. Tubuhnya yang indah itu 
tidak ditutupi oleh selembar benang pun. Tampaklah payudaranya yang montok dan 
padat. Ditengah-tengahnya terdapat puting susu yang tinggi, yang dikelilingi oleh 
lingkaran coklat, sementara bagian kemaluannya ditumbuhi rambut-rambut tipis. 
Pahanya yang putih dan mulus menantang setiap lelaki untuk menjamahnya. 
"Ren, duduk di sini dong. Jangan bengong saja." 
"Lho, kamu lagi ngapain, Gin?" tanyaku. 
"Rasanya hari ini aku lagi malas kuliah nih, Ren." 
"Kenapa?" 
"Nggak tahu tuh. Pokoknya lagi malas." 
"Tapi kamu nggak usah telanjang bulat kayak begitu dong", kataku sambil 
menyodorkan kaus singlet kepadanya. Regina bukannya menerima pemberianku, 
namun ia malah menyeret tanganku sehingga aku jatuh telentang di atas kasur. 
Tiba-tiba Regina mencium bibirku, sementara tangannya meremas-remas 
payudaraku yang tidak begitu besar. 
"Gin! Aduh, kok kamu begini sih?! Jangan ah!" kataku sambil berusaha melepaskan 
diri. Akan tetapi Regina lebih kuat. Tubuhnya yang bugil menindih tubuhku. Akhirnya 
aku pasrah saja. Dengan perlahan-lahan Regina menanggalkan kaus oblong yang 
kukenakan. Ia menyelipkan tangannya ke balik mangkuk behaku lalu meremas 
payudaraku. Aku menggerinjal-gerinjal dibuatnya. Kemudian ia melepaskan beha 
yang kupakai sehingga terbukalah payudaraku yang kencang menantang. 
"Ya ampun, Ren. Buah dada kamu bagus amat. Biar nggak besar, tapi kencang dan 
kenyal lho", kata Regina sambil mempermainkan puting susuku dengan jari-
jemarinya yang lentik sehingga membuatku kegelian. 
 
Aku hanya tersenyum saja. Lalu ia meremas-remas payudaraku. Terasa kenyal dan 
ketat baginya. Aku semakin menggerinjal-gerinjal. Setelah itu mulutnya menghisap, 
mengulum, dan menyedot payudaraku. Lidahnya pun mempermainkan puting 
susuku yang mulai menegang. Kemudian ia menghisap-hisapnya laksana seorang 
bayi yang kehausan air susu ibunya. 
 
Setelah puas merambah payudaraku, Regina membuka celana panjangku. 
Tangannya meraba pahaku yang mulus. Lalu ia menurunkan celana dalamku, 
sehingga kami berdua bugil bagai dua orang bayi yang baru saja dilahirkan. 
Kemudian ia menyuruhku duduk. Ia menyodorkan payudaranya ke mulutku dan aku 
menerimanya. Aku lumat payudara yang kenyal itu dengan mulutku, sedangkan 
lidahku yang menyambar-nyambar seperti lidah ular, bergoyang-goyang 
mempermainkan puting susunya yang tinggi menggiurkan. Aku hisap puting susu itu 
yang semakin lama semakin menegang saja. Regina semakin memelukku dengan 
erat. 
"Ouuhh... Irene... ouuhh!" 
Aku dan Regina saling berpelukan. Kedua pasang payudara kami saling bersentuhan. 
Sejenak ada perasaan aneh yang menjalar ke seluruh tubuhku merasakan 
payudaranya yang kenyal. Demikian pula Regina yang merasakan payudaraku. Ia 
menggesek-gesekkan puting susunya ke puting susuku, sehingga kami berdua 
sama-sama mendesah. 
"Ouuhh... ouuhh..." aku menjerit kecil tatkala lidah Regina mulai menjilati 
kemaluanku dan kemudian masuk menyusuri liang vaginaku. Ia menjilat-jilat bagian 
dalam "daerah terlarang"ku yang mulai basah itu. Aku menjerit lagi, ketika ujung 
lidahnya mempermainkan daging kecil yang menempel pada kewanitaanku itu. Lalu 
aku berdua berbuat serupa. Akhirnya kami berdua sama-sama kelelahan dan 
tergolek begitu saja di atas kasur. 
 
Tak lama kemudian, Regina bangkit. Ia mengambil es jeruk yang ada di meja di 
samping tempat tidurnya. Lalu ia menuangkan es jeruk itu ke kemaluanku. Aku 
menjerit kecil kedinginan. Sementara ia juga menuangkan es jeruk yang tersisa ke 
dalam kemaluannya sendiri. Tubuh Regina menindihku. Kepalanya menghadap ke 
selangkanganku. Demikian pula kepalaku menghadap ke selangkangannya. Lidahnya 
mulai menjilati kemaluanku. Ia menikmati er jeruk yang sudah mulai masuk ke 
dalam liang vaginaku. Lidahnya mengikuti aliran air jeruk itu sampai masuk ke 
dalam "gua keramat"ku itu. Dijilatinya dinding vaginaku, membuatku menggerinjal-
gerinjal kegelian. 
"Ouuhh... Gina... teruskan...!" desisku bernafsu. Regina melanjutkan 
penjelajahannya. Sementara itu di sisi lainnya, lidahku pun berbuat hal yang sama 
pada kemaluannya. Kami berdua dengan garang mempermainkan daging kecil yang 
berada di dalam liang kewanitaan lawan masing-masing. Kami berdua menggerinjal-
gerinjal keras, sampai-sampai tubuh kami berdua jatuh ke lantai. 
 
Beberapa detik kemudian, tubuh kami berdua tergeletak di lantai berdampingan 
dalam keadaan loyo. Lelah memang, namun penuh dengan kenikmatan yang tak 
terhingga. Regina tersenyum. Tiba-tiba tangannya kembali meraih tubuhku dan 
mendekapku. Kembali payudara kami bersentuhan, sementara mulut kami saling 
melumat satu sama lain. Kami berbaring berhadap-hadapan, dengan kedua kakiku 
dan kakinya saling berselisipan dan kedua selangkangan kami saling menempel. 
Kemudian Regina menggesekkan kemaluannya pada kemaluanku berulang-ulang 
hingga kami berdua puas.