Senin, 25 Agustus 2008

Tubuh mungil Susan

Gue punya kenalan anak UKI fakultas sastra, namanya Susan. Anaknya mungil, 
kulitnya putih bersih dan mulus, maklum anak keturunan negeri seberang. Sedang 
gue sendiri kuliah di fakultas kdktr, UKI juga . 
 
Suatu waktu, gue jemput Susan dari kuliahnya untuk pulang. Sesampainya di rumah 
Susan di bilangan Cpk Pt, dia ngajak gue masuk dulu karena katanya rumahnya 
kosong sampai besok siang. Gue pun masuk dan duduk di sofa ruang tamunya. 
Setelah menutup pintu depan, dia masuk kamarnya untuk mandi dan ganti baju. 
 
Nggak lama dia datang dengan baju kaos dan rok pendek sambil membawa dua 
minuman dan duduk disamping gue. Buset, gue bisa mencium harum tubuhnya 
dengan jelas. Dan terus terang tiba-tiba gue terangsang dan mulai membayangkan 
keindahan tubuh Susan bila tanpa busana. Nggak sadar, gue lama menatap tubuh 
segarnya dan membuat Susan bingung.  
 
"Kenapa sih Ben?" tanyanya. Gue cepat-cepat sadar dari lamunan erotis gue. 
"Nggak…., lo keliatan laen dari biasanya." "Lain apanya Ben..?" sambil 
menumpangkan salah satu kakinya ke kaki satunya. Buset.. itu paha putih banget. 
Birahi gue pun tambah terangkat. Pikiran erotis gue mulai bergelora lagi, 
menghayalkan seandainya gue bisa meraba-raba kemulusan pahanya. 
 
"Heh..!"katanya sambil tertawa dan menepuk bahu gue, lalu "Ngeliat apaan hayo, 
ngeres deh lo!" Gue cuma bisa nyengir aja. "San, panas ya disini?" sambil gue 
mengambil saputangan di kantong celana. "Iya yah, lo udah mulai keringetan 
begini." Tiba-tiba aja dia ngelap keringet di dahi gue pake tisunya. 
 
Dalam keadaan berdekatan kayak gini, gue punya inisiatif untuk memeluk dan 
menciumnya. Dan bener deh,….kejadian deh…. Susan sudah berada dalam pelukan 
gue, dan bibirnya sudah dalam lumatan bibir gue. Dia sama sekali tidak berontak 
dan mulai memejamkan matanya menikmati percumbuan ini. Tangannya perlahan 
berganti posisi menjadi memeluk leher gue. Tangan gue yang tadinya memegang 
pinggulnya, turun perlahan ke pangkal pahanya dan akhirnya…. Gue berhasil meraba 
merasakan betapa mulus dan lembutnya paha Susan. Gue meraba naik turun sambil 
sedikit meremasnya. Rasanya rada bangga juga gue mulai bisa menyentuh bagian 
tubuhnya yang rada sensitif. Sedang bibir kami masih saling berpagutan mesra 
dalam keadaan mata masih terpejam. Lama-lama gue merasa kurang afdol kalau 
hanya meraba bagian pahanya saja. 
 
Tangan gue mulai naik lagi. Sekarang gue kepingin banget menikmati buah dadanya. 
Pikiran gue udah melayang jauh. Pelan tapi pasti gue mengangkat baju kaosnya 
untuk gue buka. Dia nggak nolak, dan setelah gue buka bajunya, kelihatanlah buah 
dadanya yang masih terbungkus rapi oleh Bhnya. Gue lumat lagi bibirnya sebentar 
sambil gue bawa tangan gue ke belakang tubuhnya. Memeluk,… dan akhirnya gue 
mencari kancing pengait Bhnya untuk gue lepas. Nggak lama terlepaslah BH 
pembungkus buah dadanya. Dan mulailah tersembul keindahan buah dadanya yang 
putih dengan puting kecoklatan diatasnya. Buu..ssee..tt… benar-benar merupakan 
tempat untuk berwisata yang paling indah dengan pemandangan yang menakjubkan 
di seantero jagat. Gue bertambah gregetan melihat indahnya buah dada Susan yang 
terawat rapi selama ini.  
 
Akhirnya gue mulai meraba dan meremas-remas salah satu buah dadanya dan 
kembali gue lumat bibir mungilnya. Terdengar nafas Susan mulai tidak teratur. 
Kadang Susan menghembuskan nafas dari hidungnya cepat hingga terdengar seperti 
orang sedang mendesah. Susan makin membiarkan gue menikmati tubuhnya. 
Birahinya sudah hampir tidak tertahankan.  
 
Saat gue rebahkan tubuhnya di sofa dan mulut gue siap melumat puting susunya, 
Susan menolak gue sambil mengatakan, "Ben, jangan disini…dikamar gue aja!" 
ajaknya dan kemudian bangun, mengambil baju kaos dan Bhnya di lantai dan 
berjalan menuju kamar tidurnya. Gue ngikutin dari belakang sambil membuka baju 
gue sendiri dan melepas kancing celana gue.  
 
Begitu pintu ditutup dan dikunci, gue langsung meluk Susan yang sudah topless dan 
kembali melumat bibir mungilnya dan melanjutkan meraba-raba tubuhnya sambil 
bersandar di tembok kamarnya. Lama-lama cumbuan gue mulai beralih ke lehernya 
yang jenjang dan menggelitik belakang telinganya. Susan mulai mendesah pertanda 
birahinya semakin menjadi-jadi. Saking gemesnya gue sama tubuh Susan, nggak 
lama tangan gue turun dan mulai meraba dan meremas bongkahan pantatnya yang 
begitu montoknya. Susan mulai mengerang geli. Terlebih ketika gue lebih 
menurunkan cumbuan gue ke daerah dadanya, dan menuju puncak bukit kembar 
yang menggelantung di dada Susan. 
 
Dalam posisi agak jongkok dan tangan gue memegang pinggulnya, gue mulai 
menggerogoti puting susu Susan satu persatu yang membuat Susan kadang 
menggelinjang geli, dan sesekali melenguh geli. Gue jilat, gigit, emut dan gue isap 
puting susu Susan, hingga Susan mulai lemas. Tangannya yang bertumpu pada 
dinding kamar mulai mengendor.  
 
Perlahan tangan gue meraba kedua pahanya lagi dan rabaan mulai naik menuju 
pangkal pahanya…. Dan gue mengaitkan beberapa jari gue di celana dalamnya 
dan…srreet!!! Lepas sudah celana dalam Susan. Gue raba pantatnya, begitu mulus 
dan kenyal, sekenyal buah dadanya. Dan saat rabaan gue yang berikutnya hampir 
mencapai daerah selangkangannya….tiba-tiba, "Ben, di tempat tidur aja yuk..! Gue 
capek berdiri nih." Sebelum membalikkan badannya, Susan memelorotkan rok 
mininya di hadapan gue dan tersenyum manis memandang ke arah gue. Ala mak, 
senyum itu…. Bikin gue kepingin cepat-cepat menggumulinya. Apalagi Susan 
tersenyum dalam keadaan bugil alias tanpa busana. Buu..ssset khayalan gue benar-
benar jadi kenyataan cing..!  
 
Susan mendekat ke gue sebentar dan tangannya dengan lincah melepas celana 
panjang dan celana dalam gue hingga kini bukan hanya dia saja yang bugil di 
kamarnya. Batang kemaluan gue yang tegang mengeras menandakan bahwa gue 
sudah siap tempur kapan saja. Tinggal menunggu lampu hijau menyala.  
 
Lalu Susan mengambil tangan gue, menggandeng dan menarik gue ke ranjangnya. 
Sesampainya di pinggir ranjang, Susan berbalik dan mengisyaratkan agar gue tetap 
berdiri dan kemudian Susan duduk di sisi ranjangnya. Oh buu…ssseet, Susan 
menggelomoh batang kemaluan gue dengan rakusnya. Gila mak, lalu dia dengan 
ganasnya pula menggigit halus, menjilat dan mengisap batang kemaluan gue tanpa 
ada jeda sedikit pun. Kepalanya maju mundur mengisapi kemaluan gue hingga 
terlihat jelas betapa kempot pipinya. Gue berusaha mati-matian menahan ejakulasi 
gue agar gue bisa mengimbangi permainannya. Kadang gue meringis nikmat saat 
Susan mengeluarkan beberapa jurus pamungkasnya dalam menyepong. Gila 
bener…..uenakya kagak ketulungan cing…!! 
 
Ada mungkin 15 menit Susan mengisapi batang kemaluan gue, lalu dia melepas 
mulutnya dari batang kamaluan gue dan merebahkan tubuhnya telentang diatas 
ranjang. Gue ngerti banget maksud ini cewek. Dia minta gantian gue yang aktif. 
Segera gue tindih tubuhnya dan mulai berciuman lagi untuk beberapa lamanya, dan 
gue mulai mengalihkan cumbuan ke buah dadanya lagi, kemudian gue turun lagi 
mencari sesuatu yang baru di daerah selangkangannya. Susan mengerti maksud 
gue. Dia segera membuka, mengangkangkan kedua pahanya lebar-lebar 
membiarkan gue membenamkan muka gue di sekitar bibir vaginanya. Kedua tangan 
gue lingkarkan di kedua pahanya dan membuka bibir vaginanya yang sudah 
memerah dan basah itu. Oh… buusset, rupanya sewaktu dia mandi sudah bersihkan 
dan disabuni dengan baik sehingga bau vaginanya harum. Ditambah menurut 
pengakuannya, bahwa dia tadi meminum ramuan pengharum vagina. Tanpa ba bi bu 
lagi, lidah gue julurkan untuk menjilati bibir vaginanya dan buah kelentit yang 
tegang menonjol. 
 
Gila mak, Susan menggelinjang hebat. Tubuhnya bergetar hebat. Desahannya mulai 
seru. Matanya terpejam merasakan geli dan nikmatnya tarian lidah gue di liang 
sanggamanya. Kadang pula Susan melenguh, merintih, bahkan berteriak kecil 
menikmati gelitik lidah gue. Terlebih ketika gue julurkan lidah gue lebih dalam 
masuk ke laing vaginanya sambil menggeser-geser ke kelentitnya. Dan bibir gue 
melumat bibir vaginanya seperti orang sedang berciuman. Vaginanya mulai 
berdenyut hebat, hidungnya mulai kembang kempis,dan akhirnya.. 
 
"Ben…ohh..Ben…udahh..entot gue Ben…!!" Susan mulai memohon kepada gue untuk 
segera mengentotinya. Gue bangun dari daerah selangkangannya dan mulai 
mengatur posisi diatas tubuhnya dan menindihnya sambil memasukkan batang 
kemaluan gue kedalam lorong vaginanya perlahan. Dan akhirnya gue genjot vagina 
Susan yang masih perawan itu secara perlahan dan jantan. Masih sempit, tapi 
remasan liangnya membuat gue tambah penasaran dan ketagihan. 
 
Akhirnya gue sampai pada posisi paling dalam, lalu perlahan gue tarik lagi. Pelan, 
dan lama kelamaan gue percepat gerakan tersebut. Kemudian posisi demi posisi gue 
coba bareng Susan.  
 
Gue sudah nggak sadar berada dimana. Yang gue tahu semuanya sangat indah. 
Rasanya gue seperti melayang terbang tinggi bersama Susan. Yang gue tahu, 
terakhir kali tubuh gue dan tubuh Susan mengejang hebat. Keringat membasahi 
tubuh gue dan tubuhnya. Nafas kami sudah saling memburu. Gue ngerasa ada 
sesuatu yang memuncrat banyak banget dari batang kemaluan gue sewaktu barang 
gue masih di dalam kehangatan liang sanggama Susan. Habis itu gue nggak tahu 
apa lagi. 
 
Sebelum gue tertidur gue sempet ngelihat jam. Alamak..! dua setengah jam… Waktu 
gue sadar besoknya, Susan masih tertidur pulas disamping gue, masih tanpa busana 
dengan tubuh masih seindah sebelum gue bersenggama dengannya. Sambil 
memandanginya, dalam hati gue, gue berkata, "Akhirnya gue bisa juga ngelampiasin 
nafsu yang gue pendam selama ini.  
 
Thank's banget 'San….kalo nggak ada lo, gue kagak tau deh kemana gue bawa nafsu 
gue ini…" Gue kecup keningnya, lalu gue segera berpakaian dan siap cabut dari 
rumah Susan setelah gue lihat jam di mejanya, mengingatkan gue bahwa sebentar 
lagi keluarganya bakal datang. Gue kagak mau konyol kepergok lagi bugil berduaan 
bareng dia. Apalagi masih ada noda darah perawan di sprei tempat tidurnya. Gue 
bangunin dia dan berkata bahwa lain kali sebaiknya kita main di villa gue, di Bogor, 
  aja dengan alasan lebih aman dan bebas.

Tidak ada komentar: