Kamis, 21 Agustus 2008

Panasnya Staf Kedubes AS

“Mbak, enak banget, oooch…. Teruuus yang dalem, oh mbak lidahnyaaa…. Oh ngilu,enak” aku terus mengerang menahan kenikmatan yang diberikan Tia padaku. Tak lama kemudian, meledaklah semua isi dalam kejantananku ke dalam mulutnya. Mbak Tia sama sekali takmelepaskan kulumannya dan terus menghisap spermaku sampai habis…
Kejadian ini berawal dua tahun sebelumnya. Namaku Chris, umurku 35 tahun. Setiap hari aku berkutat dengan masalah sosial, politik, ekonomi, budaya sampai perkosaan. Yup, aku produser berita di salah satu TV swasta. Tanggal 26 Desember, sejarah hidupku berubah saat gelombang tsunami meluluhlantakan bumi Nangroe Aceh Darusalam dan lima Negara lain. Cutiku yang sudah kurancang berbulan-bulan sebelumnya harus batal karena semua kantor berita wajib standby 24 jam.
Selama seminggu pertama, aku dan 30 awak News Room menginap di kantor untukmemantau perkembangan tsunami serta proses bantuan kemanusiaan. Tepat di awal Januari 2005, presiden Amerika Serikat, George Walker Bush memerintahkan bantuan kemanusiaan untuk mengatasi bencana internasional yang merenggut 150 ibu korban jiwa. Angkatan ketujuh pun bergerak ke Aceh dengan memboyong 3 kapal perang serta sebuah kapal induk USS Abraham Lincoln. Semua media berusaha meliput langsung proses bantuan ini namun terbentur birokrasi pemerintah yang ruwetnya bikin kepala pecah.
Dan, tanggal 8 Januari 2005 pukul 10 pagi WIB pun aku mencoba menelpon kedubes AS untuk bertanya bagaimana caranya mengurus izin meliput bantuan kemanusiaan di kapal perang. Saat itulah untuk pertama kalinya aku mendengar suara merdu mbak Tia, yang menjadi coordinator pers untuk kedubes AS. “Saya tak bisa janji ya mas, karena semua tv dan Koran juga berebut ingin naik. Coba saya atur dulu,” ujarnya dengan suara yang renyah namun tegas khas pejabat pemerintah.
Tiga hari kemudian, mbak Tia menelpon.”Mas, besok siapkan satu reporter merangkap kamerawan (VJ) untuk ikut kapal USS Bonhomme Richard. Mereka harus siap di pangkalan udara Banda Aceh dan dijemput heli Seahawk.” Aku nyaris berteriak kegirangan mendengarnya. “Pasti mbak, tim saya sudah siap di Aceh. Mbak sebagai ucapan terima kasih saya traktir ya,” ujarku. Mbak Tia hanya menjawab “Boleh tapi jangan sekarang ya, lagi repot”
Besok lusa saya telah mereview gambar yang dikirimkan kameramen. Sungguh dahsyat kapal pendarat ini. Meski bukan kapal induk namun USS Bonhomme Richard dilengkapi landasan pacu mini untuk jet tempur Sea Harrier buatan Inggris dan helicopter. Pemred ku pun memuji kerjaku karena saat itu belum ada TV yang bias menembus birokrasi ketat Amerika. “Mbak Tia terima kasih ya, kapan mau ditraktir?” ujarku di telpon setelah tayang gambar ini. “Gimana kalau sore ini? Di Blok M plaza aja” ujarnya. “Oke mbak, saya pasti ada di sana.”
Aku masih ingat hari itu. Jumat sore sekitar pukul 18.00, aku menunggu di kafe Oh La La Blok M Plaza. Sekitar 15 menit kemudian datang wanita setengah baya menyapaku, “Chris ya,” sambil bersalaman. Kami pun mengobrol seakan teman lama. Mbak Tia, jauh dari cantik. Tingginya sekitar 165 cm, dan tidak ada yang menarik. Payudaranya biasa, kulitnya pun tidak seputih mantan-mantanku atau istriku. Usianya 42 tahun dan punya dua anak. Usai makan, ia mengajak ke Matahari untuk mencari barang. Ternyata dia mengajakku ke daerah underwear wanita dan membeli BH. “Bagus nggak” tanyanya, “”Bagus mbak” jawabku biasa, karena aku sama sekali tidak ada pikiran buruk.
Setelah mengantarnya pulang, aku pun kembali ke rumah tanpa pikiran apapun, apalagi berniat bercinta dengannya. Terus terang, aku sama sekali tidak tertarik dengan wajah apalagi postur tubuhnya. Sangat jauh dari standarku. Saat ternyenyak tidur, tiba-tiba sms ku berbunyi pukul 1.30 malam. Aku terbiasa karena informasi dari kantor kadang 24 jam disetai instruksi. Terkejut mataku saat kubuka,”Kamu lagi ngapain?” ternyata mbak Tia. Aku jawab:Lagi tidur mbak, kenapa?” Sepuluh menit berikutnya tak ada jawaban. Kukirim sms kembali, “Pasti mbak salah kirim ya” Barulah ia menjawab, “Ah nggak, Cuma mau tahu kamu lagi ngapain.” Sejak itulah selama 500 hari berikutnya, kami saling kirim sms dan bahkan bercinnta hingga rumah tangga kami nyaris hancur.
Kami pun saling curhat, gosip dan lainnya hingga seminggu kemudian, tepat malam minggu ia bertanya lewat sms,”Kamu pernah bercinta lewat hp?”Kujawab “pernah mbak, mau?” Ia tak menjawab.Kukirim lagi, “Mbak, saya cium bibirnya ya.” Tak ada jawaban.“Mbak ciumanku pindah ke leher ya,” Masih tak ada jawaban.“Mbak marah?”“Nggak, aku lagi ngunci kamar, iyah cium terus ya” jawabnya“Mbak, ciumanku turun ke dada ya, aku buka BH-nya boleh?“Iyah, copot pelan-pelan ya,” smsnya“Mbak pake BH dan CD apa?“Item”“Aduh mbak, sexy sekali, aku suka warna item” jawabku“Kalau gitu jilat dan kulum ya, pentilnya mbak udah keras nih”“Aku jilatin pentilnya ya, sambil tanganku remes tetek yang sebelah”“Chris, enak banget, aku lagi melintir putingku sendiri, kamu ngapain?” tanyanya di sms“Aku lagi ngocok mr P, mbak, udah tegang nih”“Mr P itu apa sih” godanya“Itu mba burungku,” jawabku malu-malu“Oooh, kontol. Bilang aja kontol, aku mau isep ya”Aku pun terkejut, “Silahkan mba, kontolku buat mbak.”“Aku isep ya sambil ngocok pelan-pelan, enak nggak” tanya mbak Tia“Enak banget, mbak boleh telpon? Aku pengen denger suaranya mbak”“boleh”Aku pun mengunci kamar dan menelponnya.“Lagi ngapain mbak?”“Aku Cuma pakai daster tanpa BH n CD. Tanganku lagi mainin putingnya, dah keras banget, kontolmu mana?”“Ini mbak, kita 69 ya, aku jilat memeknya, mbak isep kontolku” jawabku. Aku makin terangsang mendengarnya berbicara jorok. Sama sekali tak terbayang seorang wanita yang dihormati kalangan pers Indonesia dan mewakili negara superpower sedang berbicara, ‘kontol, jembut, memek’ denganku saat ini.
“Chris enak banget, aku isep kontolmu ya, aku mainin lidahnya di kepalanya, aku telusuri batangnya pake lidahku, oooooh, enaknya,”“Mbak, aku jilat memeknya, lidahku menyapu itilnya, terus masuk memek sampai dalem banget, wuih enak banget rasanya,” jawabku sambil berbisik di telepon.“Iya Chris, aku dah mau nyampe nih, masukkin dong kontolnya. Memekku dah basah, ayo doooong,” ujarnya sambil terengah-engah di telpon.“Oke mbak, telentang ya, aku gesek-gesekkan dulu di bibir memeknya biar geli”“Cepetan masukkin, udah nggak tahan, aku mau kontol, kontolmu mana cepat, cepaaaat,” ujarnya smemaksa.“Ini mbak, aku dorong pelan-pelan, kok susah ya, masih seret nih. Kaya perawan”“Aku angkat kakiku ke bahumu biar tambah lebar, oooooch, mmmpgh enak banget, kontolmu. Chris entot aku, fuck me, entot yang keras ooooooghhhh,”ujarnya di telepon.“Kugoyang ya mbak, yang keras ya… ooooh mbak, memeknya dah basah, enak, kontolku kaya dipijit, ujarku berfantasi.“Chris, aku dah mau dapet, yang keras, aku keluuuaaaaaarrrr….. ouuuuuuh enak banget, aku lemes. Aku keringetan, minum dulu ya, ntar lanjut lagi. Jangan tidur dulu,” ujarnya.“Yaaaah mbak, aku juga dah mau dapet. Ntar lagi ya,janji lo,” jawabku kecewa sambil memegang batangku yang sudah tegak lurus.
10 menit tak ada sms ataupun telpon, 20 menit, 30 menit hening. Akhirnya aku pun tertidur dengan menahan nafsu.
Paginya kulihat, ada 4 missed calls dan 5 sms dari mbak Tia. “Kok udah tidur? Maaf ya tadi aku mandi dulu n ngobrol ama suamiku.”
Petualangan pun dimulai
Nb: Jangan marah Mbak, saya Cuma cerita kejadian aslinya dan supaya suami mbak juga tahu bahwa bukan saya yang memulai.

Tidak ada komentar: